KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Mitos Bagian Dari Budaya Masyarakat”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Budaya Dasar”.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusuni mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bogor, April 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................
Daftar Isi ...........................................................................
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ...............................................................
1.2. Tujuan ...........................................................................
1.3. Metodologi ...........................................................................
1.4. Kasus ...........................................................................
Bab II Pembahasan ...........................................................................
Bab III Penutup
3.1. Kesimpulan ...........................................................................
3.2 Saran ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap kebudayaan, dimanapun pasti memiliki falsafahnya masing-masing, terlebih lagi pada budaya Jawa. Hal tersebut kerap menjadi pedoman masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Falsafah dimaksud juga sering dianggap menjadi sebuah nilai luhur yang mampu menjaga keharmonisan dalam kehidupan.
Dalam falsafah Jawa, pada dasarnya terdapat 5 poin yang menjadi pedoman saat seorang manusia menjalani kehidupan didunia. Lima falsafah tersebut adalah Kukilo (Burung), Wanito (Wanita), Curigo (Waspada), Turonggo (Kuda), dan Wismo (Rumah). Kelima falsafah ini dipercaya sebagai acuan dasar dalam budaya Jawa agar hidup harmonis.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
• Menambah pengetahuan tentang budaya di Indonesia terutama Mitos Sebagai Bagisn dari Budaya Jawa.
1.3. Metodologi
Metodologi yang saya gunakan adalah dengan cara mencari dan membaca informasi yang berkaitan dengan makalah ini.
1.4. Kasus
Di era modern saat ini banayak masyarakat yang masih mempercayai tentang berbagai mitos mitos lama. Mitos pun menjadi budaya tersendiri di kalangan masyarakat Indonesia salah satunya pada masyarakat jawa. Disini saya akan membahas tentang beberapa mitos yang terdapat pada masyarakata tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Masyarakat Jawa merupakan ladang potensial yang masih memendam segudang informasi budaya untuk dapat digali seiring dengan perkembangan waktu. Harus diakui bahwa usaha untuk mengungkapkan alam pikiran, pandangan, dan kehidupan orang Jawa tidak akan pernah tuntas dan bahkan masih diperlukan cara-cara baru dalam mengungkap misteri kebudayaan Jawa tersebut. Magnis-Suseno (1984:1), mengatakan bahwa kebudayaan Jawa mempunyai ciri khasaitu terletak dalam kemampuan luar biasa untuk membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang kebudayaan yang datang dari luar dan dalam banjir tersebut dapat mempertahankan keasliannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebudayaan Jawa justru tidak menemukan diri dan berkembang kekhasannya dalam isolasi, melainkan dalam mencerna masukan-masukan budaya dari luar. Hal tersebut menjadikan kebudayaan Jawa kaya akan unsur-unsur budaya yang kemudian menyatu dan menjadi milik kebudayaan Jawa sekarang ini di mana berbagai macam persilangan budaya justru telah memberikan warna terhadap kedinamisan budaya Jawa.PEMBAHASAN
Pandangan manusia Jawa terhadap dunia mengisyaratkan bahwa baik dunia yang secara fisik kelihatan maupun dunia yang tidak kelihatan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan manusia dengan makhluk alam nyata dengan makhluk supranatural tidak dibedakan. Manusia yang hidup di dunia ini tidak hanya menjalin komunikasi dengan sesama saja melainkan dengan makhluk supranatural. Dengan demikian tidak mengherankan apabila dalam masyarakat Jawa terdapat perilaku-perilaku yang menandai hubungan antara manusia dan makhluk supranatural. Jong (1985:10) menekankan bahwa di alam pikiran mistik dan mitos dapat tercermin suatu sikap hidup. Selain itu, mistik merupakan salah satu bentuk, bahkan isi dasar Javanisme.
Menurut William R. Bascom, prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu mite (myte), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Di dalam masyarakat Jawa ada mitologi religius yang hampir diterima secara universal, yang menyebabkan ketaatan emosional dan intelektual yang mendalam, yaitu mitologi wayang. Sebenarnya masih banyak mitologi lainnya yang hidup dalam alam pikiran orang Jawa misalnya mitologi Kanjeng Ratu Kidul, penguasa gunung, penguasa hutan dan lain-lain. Menurut Mircea Eliade (dalam Susanto, 1987:91), mitos berarti suatu cerita yang benar dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling berharga, karena memiliki sesuatu yang suci, bermakna, menjadi contoh model bagi tindakan manusia, memberikan makna dan nilai pada kehidupan ini. Sedangkan Levi-Strauss (1963:209), mengatakan bahwa mite adalah bahasa untuk diketahui. Mitos sebenarnya mempunyai arti secara tersirat yang perlu diketahui, yaitu merupakan model hubungan manusia dengan alam supranatural. Pada kesempatan ini, kami akan berfokus pada mitologi Kanjeng Ratu Kidul.
Menurut Choy (1976:13), Kanjeng Ratu Kidul tidak hanya merupakan legenda; untuk sebagian orang Jawa ia benar-benar ada. Tetapi karena keberadan alam supranatural yang dipahami orang Jawa sampai taraf tertentu tidak dapat diterangkan maka praktik-praktik keagamaan yang mengarah pada penghormatan penguasa dunia supranatural justru menjadi pintu masuk dalam memahami alam pikiran orang Jawa tersebut. Ratu Laut Kidul atau Ratu Pantai Selatan dalam Mitos
Di kalangan masyarakat Jawa, sebenarnya terdapat banyak cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul. Salah satu cerita dalam Babad Tanah Jawi mengisahkan bahwa waktu kerajaan Pajajaran di bawah kekuasaan Prabu Mundingsari, ia mempunyai seorang putri bernama Ratna Suwidi. Putri tersebut mempunyai kebiasaan bertapa dengan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Banyak sekali raja dan pangeran yang melamarnya, tetapi tidak satupun yang diterima karena ia lebih mementingkan segi kerohanian. Penolakan-penolakan itu membuat Sang Prabu marah dan prihatin terhadap putrinya. Akibatnya, ia mengusir putrinya sendiri dari kerajaan. Kemudian Ratna Suwidi mengembara seorang diri, naik turun gunung dan menembus lebatnya hutan menuju ke arah timur. Tujuannya adalah mencari tempat yang cocok untuk bertapa. Akhirnya, ia menemukan puncak Gunung Kombang yang dirasa cocok untuk bertapa. Di puncak gunung itu ada sebatang cemara. Dengan kesaktiannya, ia mengubah diri menjadi lelaki. Pohon cemara yang berada di puncak gunung tersebut diabadikan menjadi nama samarannya yaitu Hajar Cemara Tunggal. Sang pertapa ini kemudian terkenal dengan kesaktiannya.
Pada suatu hari, Hajar Cemara Tungal didatangi dewa dan ditanya tentang keinginannya bertapa terus menerus. Ratna Suwidi menJawab bahwa ia ingin sekali tidak bisa meninggal dunia dan bisa hidup sepanjang zaman. Kemudian dewa berkata bahwa manusia tidak dapat hidup sepanjang zaman, tetapi keinginan Ratna Suwidi itu dapat terkabulkan apabila ia bersedia menjadi makhluk halus. Dengan menyetujui saran dewa tersebut, maka Ratna Suwidi kemudian berubah menjadi makhluk halus yang membawahi semua makhlus di seluruh tanah Jawa.
Dikisahkan pula waktu Hajar Cemara Tunggal masih berada di puncak Gunung Kombang, ia didatangi Raden Sesuruh, seorang putra mahkota kerajaan Pajajaran yang melarikan diri bersama pengikutnya karena terjadi perebutan kekuasan. Hajar Cemara Tunggal tahu maksud dan tujuan Raden Sesuruh yang datang menemuinya. Sang Hajar kemudian memberi petunjuk kepada Raden Sesuruh supaya berjalan terus ke arah timur. Apabila nanti di suatu tempat menemukan batang pohon Kemaja berbuah hanya satu dan rasanya pahit, maka tempat itulah yang dapat digunakan oleh Raden Sesuruh untuk memegang kekuasaan dan menurunkan raja di tanah Jawa. Dari tempat itulah Raden Sesuruh dapat membalas sakit hati atas perlakuan raja Pajajaran.
Hajar Cemara Tunggal kemudian menceritakan kisah pelariannya dan siapa sebenarnya dirinya. Berdasarkan garis keturunan, sebenarnya Hajar Cemara Tunggal adalah adik perempuan dari kakek Raden Sesuruh. Tetapi di tengah-tengah cerita tiba-tiba Sang Hajar berubah wujudnya, ia berubah menjadi putri cantik Ratna Suwidi. Berkat kesaktiannya, ia dapat mancala putra-mancala putri. Raden Sesuruh terpesona dan jatuh cinta kepada putri cantik yang ada di depannya tersebut kemudian ia mendekati dan merayunya. Seketika itu juga putri itu menghilang dari pandangan mata Raden Sesuruh dan menjelma menjadi Hajar Cemara Tunggal lagi. Dengan rasa malu, Raden Sesuruh segera bersujud di kaki Sang Hajar meminta maaf.
Sang Hajar melanjutkan ceritanya dengan nada menghibur, bahwa kelak apabila Raden Sesuruh telah dinobatkan sebagai raja Majapahit, mereka akan bertemu kembali. Kelak setelah Raden Sesuruh memegang kekuasaan dan membawahi seluruh tanah Jawa, Hajar Cemara Tunggal tidak lagi bertapa di Gunung Kombang, melainkan pindah ke samudera pasir. Selama bertahta di samudera pasir atau Laut Selatan Jawa, ia akan berubah wujud seperti semula yaitu sebagai putri yang cantik jelita dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul. Pesan terakhir Sang Hajar kepada Raden Sesuruh adalah apabila Raden Sesuruh beserta keturunannya yang menjadi raja tanah Jawa menemui halangan, sebaiknya memanggil Sang Hajar. Dengan sekejap, Sang Hajar pasti akan datang bersama makhluk halus bawahannya. Selain itu, kelak akan ada keturunan Raden Sesuruh yang menjadi raja Jawa akan dapat mengawini Kanjeng Ratu Kidul
Peran Mitologi Kanjeng Ratu Laut Kidul atau Ratu Pantai Selatan Dalam modelnya, Leach (1981:82) menjelasan bahwa aktivitas-aktivitas ritual merupakan jembatan antara dunia yang tampak dengan dunia datan kasat mata. Praktik-praktik keagamaan seperti penyelenggaraan Tari Bedaya Lambang Sari dan Tari Bedaya Semang merupakan usaha dari para penguasa Mataram untuk berhubungan dengan alam supranatural.
Pada prinsipnya, mitologi Kanjeng Ratu Kidul digunakan oleh penguasa Kasultanan Yogyakarta sebagai kerangka acuan dalam menjalankan pemerintahan. Selain itu juga digunakan untuk menjamin keselamatan dan ketentraman hidup serta digunakan sebagai pengantara manusia dengan alam supranatural
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan PENUTUP
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa banyak terdapat mitos-mitos yang berkembang di masyarakat dulu dan itu berlangsung sampai sekarang, bisa di bilang mitos-mitos tersebut adalah budaya dari suatu masyrakat. Sebagai warga Indonesia yang berbudaya kita harus menghormati budaya tersebut.
3.1. Saran
Bagi setiap masyarakat, mitos-mitos tersebut bisa diambil sisi positif serta pesan/nilai-nilai kehidupan yang positif bagi kehidupan kita sehari-hari, buang sisi negatif dari budaya tersebut.
Daftar Pustaka
http://www.lokerseni.web.id/2011/07/mitologi-kebudayaan-masyarakat-jawa.html
http://palingindonesia.com/menggali-lebih-dalam-falsafah-budaya-jawa/
No comments:
Post a Comment